Knowledge management adalah konsep dan
jargon besar yang susah diimplementasikan. Apa saking sulitnya dipahami
sehingga susah diimplementasikan? Atau apa karena perlu tool yang mahal
dan canggih sehingga tidak mudah diterapkan? Atau mungkin karena dosen
dan pengajar knowledge management terlalu berteori setinggi langit
sampai malah lupa untuk memanage pengetahuannya sendiri? Hehehe mungkin
terakhir ini jadi faktor utama. Menurut saya, knowledge management itu
mudah, murah dan wajib menjadi perilaku keseharian kita. Ini topik
diskusi yang saya angkat ketika mengisi Workshop yang diselenggarakan
oleh Divisi Komunikasi (Communication Team) Pertamina beberapa
waktu yang lalu. BTW, Workshop ini dilakukan dalam rangka mensukseskan
program Transformasi Pertamina menuju persaingan baru. Selain saya yang
membawakan tema Knowledge Management dan Learning Organization, di jadwal tertulis nama Prof Roy Sembel yang menyajikan tema Investor Relation.
APA ITU KNOWLEDGE MANAGEMENT
Diskusi saya awali dengan ungkapan Peter Drucker yang sangat terkenal, yaitu:
the basic economic resource is no longer capital, nor natural resources, not labor. It is and will be knowledge
Ya perubahan dunia ini mengarah ke fenomena bahwa sumber ekonomi bukan lagi dalam bentuk money capital atau sumber daya alam, tapi ke arah knowledge capital. Justru karena knowledge alias pengetahuan ini kedepannya memegang peranan penting, karena itu harus kita kelola.
Organisasi dan perusahaan di dunia ini sebenarnya
sudah sejak lama menderita kerugian karena tidak mengelola pengetahuan
pegawainya dengan baik. Konon kabarnya di suatu institusi pemerintah,
hanya karena PNS yang sudah 30 tahun mengurusi listrik dan AC masuk masa
pensiun, sehari setelah itu listrik dan AC masih belum menyala ketika
para pegawai sudah masuk kantor. Ya, tidak ada yang menyalakan listrik
dan AC, karena hanya si PNS itu yang tiap pagi selama 30 tahun
menyalakan listrik dan AC. Bahasa ngoko alus-nya:
when employees leave a company, their knowledge goes with them …
Organisasi dan perusahaan tidak mengelola
pengetahuannya dengan baik, sehingga transfer pengetahuan tidak terjadi.
Organisasi perlu mengelola pengetahuan anggotanya di segala level
untuk:
-
Mengetahui kekuatan (dan penempatan) seluruh SDM
-
Penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada (ditemukan) alias tidak perlu mengulang proses kegagalan
-
Mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada
-
Menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar-masuk SDM
Nah, sebenarnya yang berkewajiban mengelola
pengetahuan itu individunya atau organisasinya? Sebenarnya setiap orang
harus mengelola pengetahuan mereka sendiri, karena yang paling
berkepentingan mendapatkan manfaat dari pengelolaan pengetahuan itu
adalah individu. Ketika semua pengetahuan yang saya dapat ketika
bekerja, part time atau menggarap project saya explicit-kan dalam bentuk
tulisan. Kemudian saya simpan rapi dan kalau perlu saya database-kan
sehingga muda saya cari kembali, ini semua membantu dan mempercepat
kerja saya ketika masalah serupa datang. Kalaupun saya pindah kerja,
knowledge base yang saya miliki tadi menjadi “barang berharga” yang bisa
saya “jual” dalam bentuk skill dan kemampuan ke perusahaan baru.
Knowledge management itu mudah? Ya, mudah dan kita sudah melaksanakannya selama ini kan
Kalau nggak percaya cek animasi di bawah deh, itu contoh mudah knowledge management.
Nah dari gambar diatas, kita jadi tahu,
KNOWLEDGE atau
PENGETAHUAN yang berkali-kali kita bicarakan itu sebenarnya makhluk apa. Pengetahuan itu bisa dibagi menjadi dua:
-
Explicit Knowledge: pengetahuan yang
tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai
bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain. Dari contoh di atas,
ketika seorang member milis memberi solusi dari buku, maka sebenarnya
itu adalah bentuk explicit knowledge.
-
Tacit Knowledge: pengetahuan yang
berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb.
Nah dari contoh di atas, ketika seorang member milis menjawab
berdasarkan pengalaman dia, hasil ngoprek atau nggak sengaja dapat
solusi misalnya, itu semua adalah tacit knowledge. Tacit knowledge ini
kadang susah kita ungkapkan atau kita tulis. Contohnya, seorang koki
hebat kadang ketika menulis resep masakan, terpaksa menggunakan ungkapan
“garam secukupnya” atau “gula secukupnya”. Soalnya memang dia sendiri
nggak pernah ngukur berapa gram itu garam dan gula, semua menggunakan
know-how dan pengalaman selama puluhan tahun memasak. Itulah kenapa
Michael Polyani mengatakan bahwa pengetahuan kita jauh lebih banyak
daripada yang kita ceritakan
MEMAHAMI KNOWLEDGE SPIRAL ALIAS SECI
Legenda knowledge management tentu tidak bisa kita lepaskan dari Ikujiro Nonaka dengan bukunya The Knowledge-Creating Company. Nonaka menceritakan bagaimana success story Matsushita Electric pada tahun 1985 ketika mengembangkan mesin pembuat roti.
Konon pada era tahun 1985, Matsushita Electric
menemui kesulitan besar dalam produksi mesin pembuat roti. Mereka
selalu gagal dalam percobaan yang dilakukan. Kulit luar roti yang sudah
gosong padahal dalamnya masih mentah, pengaturan volume dan suhu yang
tidak terformulasi, adalah pemandangan sehari-hari dari percobaan yang
dilakukan. Adalah seorang pengembang software matsushita electric
bernama Ikuko Tanaka yang akhirnya mempunyai ide cemerlang untuk pergi
magang langsung ke pembuat roti ternama di Osaka International Hotel.
Dia dibimbing langsung oleh sang pembuat roti ternama tersebut untuk
belajar bagaimana mengembangkan adonan dan teknik khusus lainnya.
Selesai magang dia presentasikan seluruh pengalaman yang didapat. Pada engineer Matsushita Electric menerjemahkannya dengan penambahan part
khusus dan melakukan perbaikan lain pada mesin. Percobaan yang
dilakukan akhirnya sukses. Dan produk mesin pembuat roti tersebut
akhirnya memecahkan rekor penjualan alat perlengkapan dapur terbesar
pada tahun pertama pemasaran.
Ikujiro Nonaka membuat formulasi yang terkenal dengan sebutan
SECI atau
Knowledge Spiral.
Konsepnya bahwa dalam siklus perjalanan kehidupan kita, pengetahuan itu
mengalami proses yang kalau digambarkan berbentuk spiral, proses itu
disebut dengan
Socialization – Externalization – Combination – Internalization. Oh ya, saya pernah tulis artikel tentang
spiralisasi pengetahuan
ini di IlmuKomputer.Com plus dengan edisi yang berbeda juga saya
masukkan ke Jurnal Dokumentasi dan Informasi BACA yang diterbitkan oleh
LIPI.
-
Proses eksternalisasi (externalization),
yaitu mengubah tacit knowledge yang kita miliki menjadi explicit
knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan pengalaman yang kita
dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu.
Dan tulisan-tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang
sedang memerlukannya.
-
Proses kombinasi (combination),
yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk kita
implementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat
berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas diri sendiri. Kita
bisa menghubungkan dan mengkombinasikan explicit knowledge yang ada
menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat.
-
Proses internalisasi (internalization),
yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit
knowledge. Dari keempat proses yang ada, mungkin hanya inilah yang telah
kita lakukan. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi
dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan
pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak
saya dapatkan dari buku tersebut.
-
Proses sosialisasi (socialization),
yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Ini adalah hal
yang juga terkadang sering kita lupakan. Kita tidak manfaatkan
keberadaan kita pada suatu pekerjaan untuk belajar dari orang lain, yang
mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan kita
terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Yang tentu saja
ini nanti akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi.
Semakin sukses kita menjalani proses perolehan tacit knowledge baru,
semakin banyak explicit knowledge yang berhasil kita produksi pada
proses eksternalisasi.
KIAT MENGELOLA PENGETAHUAN
Sebelum terlalu ke langit, implementasi knowledge
management untuk diri kita gimana yah? Paling tidak jangan lupakan
beberapa hal yang mungkin sepele seperti di bawah. Saya sendiri
menganggap bahwa kiat di bawah adalah best practice knowledge management untuk individu.
-
Atur dan rapikan file-file yang sudah kita download
dari berbagai situs, buat kategori yang baik, masukkan file-file ke
dalan kategori tersebut. Buat aturan penamaan file yang mudah
mengingatkan kita dan mempermudah pencarian kembali. Misalnya masukkan
semuanya dalam folder bernama References
-
Usahakan menuliskan segala pengalaman yang kita
dapat, dari hal sepele pengalaman ngurusi kambing untuk idul adha,
pengalaman mengadakan workshop di kampus, pengalaman memimpin BEM,
tips dan trik mendapatkan IPK yang baik, dsb. Ditulis dimana? Bisa gunakan
word processor, emacs,
notepad atau apapun. Supaya pengalaman kita bisa dimanfaatkan orang
lain, sebaiknya tulis di blog kita. Bahkan dengan blog, proses SECI atau
knowledge spiral yang diteorikan Nonaka bisa kita implementasikan
dengan mudah. Seluruh kegiatan blogosphere dari blogging, blogwalking,
kategorisasi posting, trackback, pingback, social networking, diskusi di
kolom komentar adalah proses SECI itu sendiri. Bagi saya pribadi, blog
RomiSatriaWahono.Net adalah aktualisasi diri, kehidupan dan karir saya
-
Simpan dan rapikan segala tugas mandiri di kampus,
paper, artikel, laporan atau buku yang kita tulis, juga jangan lupa
tugas akhir kita buat. Buatlah backup secara berkala. Semua karya kita
adalah knowledge penting yang kita miliki, menghilangkan mereka adalah
menghilangkan sebagian pengetahuan yang kita miliki. Saya sendiri masih
menyimpan semua tulisan yang saya tulis dari pertama kali ikut
conference di Jepang tahun 1997 (tingkat 2 program undergraduate) sampai
semua tulisan saya sekarang. Saya biasa menyimpan dalam folder
Publications
-
Catat semua track record kegiatan kita dan karya kita dalam
Curriculum Vitae
(CV) kita. Jangan sampai ada yang terlewat, buat supaya kita bisa
mengedit secara berkala CV kita dengan mudah. Sepele bagi kita belum
tentu sepele bagi orang yang merekrut kita nanti. Siapa tahu kegiatan
kita menjadi aktifis remaja masjid di kampus malah menjadi poin
tersendiri ketika kita masuk ke perusahaan besar yang ternyata milik
keluar kerajaan Saudi … hehehe. Saya sendiri selalu mengupdate CV secara
berkala , bagi saya CV bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tapi untuk
mengelola dan mencatat seluruh aktifitas kita selama hidup. Jadi nggak
perlu heran atau sirik kalau CV saya mencapai 36 halaman
, soalnya memang bukan untuk nyari kerja. Saya biarkan pekerjaan yang
mencari saya. Lho kok bisa? Saya biarkan google dan seluruh
mesin pencari mengindeks CV saya, maka tanpa perlu mencari pekerjaan, pekerjaan yang akan memburu kita